Dalam sebuah pidato yang menuai perhatian luas, Presiden Terpilih Prabowo Subianto menegaskan bahwa musuh utama bangsa Indonesia bukan berasal dari luar negeri, melainkan dari dalam negeri sendiri. Pernyataan tersebut dimaknai sebagai bentuk introspeksi nasional, namun juga memunculkan reaksi dari sejumlah aktivis dan pengamat, salah satunya adalah Usman Hamid, Direktur Amnesty International Indonesia.
Menurut Usman Hamid, musuh utama bangsa Indonesia bukan rakyat biasa atau entitas asing, melainkan elite politik yang korup dan tidak berpihak kepada kepentingan rakyat. Kritik ini membuka ruang perdebatan yang lebih luas tentang siapa sebenarnya aktor-aktor yang menghambat kemajuan bangsa. Artikel ini akan mengupas secara mendalam pernyataan Prabowo, tanggapan Usman Hamid, dan konteks politik serta sosial yang menyertainya.

Isi Pidato Prabowo yang Menuai Sorotan
Pernyataan Prabowo Subianto yang menjadi sorotan terjadi dalam sebuah forum resmi kenegaraan, di mana ia menyampaikan bahwa musuh utama bangsa Indonesia bukan asing, tetapi dari dalam negeri sendiri. Prabowo menekankan pentingnya konsolidasi nasional dan memperkuat ketahanan dalam negeri, baik secara ekonomi, sosial, maupun militer.
Sebagian menafsirkan ucapan ini sebagai bentuk ajakan untuk bersatu dan menghadapi tantangan internal seperti kemiskinan, kesenjangan, dan disintegrasi. Namun, pernyataan tersebut juga dianggap multitafsir. Apakah yang dimaksud dengan “musuh dalam negeri” adalah masyarakat sipil, elite politik tertentu, kelompok radikal, atau para koruptor?
Tanggapan Usman Hamid: Arahkan Fokus ke Elit Politik Korup
Menanggapi pernyataan tersebut, Usman Hamid menyampaikan kritik tajam. Menurutnya, jika berbicara tentang musuh dalam negeri, maka yang harus menjadi fokus bukan rakyat biasa, mahasiswa, aktivis, atau masyarakat adat, melainkan elit politik yang korup dan terus menggerogoti sumber daya bangsa.
Usman menegaskan bahwa korupsi yang merajalela, penguasaan sumber daya alam oleh segelintir elite, dan penegakan hukum yang diskriminatif adalah persoalan utama yang harus diatasi. Ia mengingatkan bahwa bangsa ini tidak akan runtuh karena kritik rakyat, tetapi akan hancur jika terus dibiarkan dikendalikan oleh para elite yang hanya memikirkan kepentingan pribadi dan kelompok.
Korupsi sebagai Ancaman Strategis
Dalam berbagai survei dan laporan, korupsi memang selalu muncul sebagai salah satu ancaman utama bagi stabilitas dan pembangunan nasional. Transparency International dalam indeks persepsi korupsinya menunjukkan bahwa Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dan akuntabel.
Menurut Usman Hamid, musuh sejati bangsa adalah mereka yang secara sistemik menggunakan kekuasaan untuk memperkaya diri sendiri, melindungi oligarki, dan merusak institusi demokrasi. Dalam konteks ini, kritik terhadap elite politik yang korup bukan hanya relevan, tetapi juga sangat penting sebagai upaya menjaga arah reformasi dan keadilan sosial.
Elitisme dan Sentralisasi Kekuasaan
Salah satu kritik mendalam yang diajukan Usman Hamid adalah bagaimana kekuasaan di Indonesia cenderung tersentralisasi pada elite tertentu, baik di tingkat eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Sistem demokrasi prosedural yang dianut Indonesia belum mampu sepenuhnya menciptakan pemerataan akses terhadap kekuasaan dan keadilan.
Ia menyebut, dalam banyak kasus, rakyat hanya menjadi objek kebijakan, bukan subjek. Bahkan, dalam konteks tertentu, rakyat yang bersuara justru dikriminalisasi. Padahal, suara rakyat adalah bagian sah dari demokrasi. Sementara itu, para pelaku korupsi kerap kali mendapatkan perlakuan istimewa.
Kasus-kasus Korupsi Besar dan Lemahnya Penindakan
Kritik terhadap elite politik yang korup menjadi semakin relevan jika merujuk pada sejumlah kasus besar yang mencuat dalam beberapa tahun terakhir. Kasus korupsi bantuan sosial, proyek infrastruktur fiktif, suap dalam pengesahan undang-undang, hingga skandal di BUMN memperlihatkan betapa korupsi masih menjadi penyakit kronis bangsa ini.
Menurut Usman Hamid, lemahnya penindakan hukum terhadap para koruptor menjadi indikasi bahwa elite korup dilindungi oleh sistem. Ia menyoroti bagaimana lembaga-lembaga penegak hukum kadang justru digunakan untuk melindungi kekuasaan, bukan menegakkan keadilan.
Peran Masyarakat Sipil dalam Demokrasi
Usman Hamid juga menggarisbawahi pentingnya menjaga peran masyarakat sipil dalam menjaga demokrasi. Ia khawatir bahwa dengan narasi “musuh dari dalam negeri”, justru akan lahir pembungkaman terhadap kelompok-kelompok kritis seperti aktivis HAM, jurnalis independen, LSM, dan mahasiswa.
Dalam pandangannya, kekuatan sipil seharusnya dirangkul, bukan dicurigai. Mereka adalah bagian dari kontrol sosial yang dibutuhkan dalam sistem demokrasi untuk menjaga transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi rakyat.
Konteks Politik: Antara Retorika Nasionalisme dan Kenyataan Oligarki
Pernyataan Prabowo, jika tidak dijelaskan dengan tepat, bisa membuka ruang bagi penafsiran yang keliru. Dalam konteks politik kontemporer, retorika nasionalisme sangat kuat digunakan oleh elite untuk memperkuat legitimasi, namun kerap kali tidak diiringi dengan praktik yang berpihak pada rakyat.
Usman Hamid melihat adanya paradoks di sini: di satu sisi berbicara tentang nasionalisme dan kedaulatan, namun di sisi lain membiarkan oligarki menguasai sumber daya alam, proyek strategis nasional, dan kebijakan publik. Maka dari itu, nasionalisme sejati, menurutnya, adalah ketika negara berpihak kepada rakyat, memberantas korupsi, dan menjunjung tinggi HAM.
Nasionalisme yang Menyejahterakan, Bukan Menindas
Lebih lanjut, Usman mengingatkan bahwa nasionalisme bukan sekadar jargon atau alat politik. Nasionalisme sejati adalah keberpihakan kepada rakyat kecil, petani, buruh, nelayan, dan masyarakat adat. Ia menekankan pentingnya membangun negara yang inklusif, di mana setiap warga negara merasa dilindungi, dihormati, dan diberdayakan.
Oleh karena itu, narasi tentang musuh bangsa seharusnya tidak diarahkan kepada kelompok yang lemah atau kritis. Justru yang harus diperangi adalah ketidakadilan struktural, sistem ekonomi yang timpang, dan kekuasaan yang eksploitatif.
Pentingnya Reformasi Institusional
Untuk mengatasi persoalan korupsi dan ketimpangan kekuasaan, Usman Hamid menyerukan reformasi institusional. Lembaga-lembaga seperti KPK, BPK, Kejaksaan, dan Kepolisian harus benar-benar independen dan tidak boleh diintervensi oleh kekuatan politik. Selain itu, partai politik harus dibenahi agar tidak menjadi sarang transaksi kekuasaan.
Ia juga mendorong agar publik lebih aktif dalam mengawasi jalannya pemerintahan, termasuk dalam penggunaan APBN, pengadaan proyek, hingga rekrutmen pejabat publik. Transparansi dan partisipasi rakyat adalah kunci dari demokrasi yang sehat.
Respon Publik dan Akademisi
Pernyataan Prabowo dan tanggapan Usman Hamid menuai berbagai respons dari publik dan akademisi. Sebagian mendukung pendekatan Prabowo yang menekankan ancaman dari dalam negeri, sebagai bentuk introspeksi nasional. Namun, tidak sedikit pula yang sependapat dengan Usman bahwa harus ada kejelasan tentang siapa “musuh dalam negeri” itu.
Diskusi ini memperkaya demokrasi, karena menunjukkan bahwa publik masih peduli dan aktif dalam membahas arah masa depan bangsa. Ketika rakyat kritis dan elite mau mendengar, di situlah demokrasi menemukan maknanya.
Kesimpulan: Meluruskan Arah Bangsa
Pernyataan Prabowo Subianto tentang musuh dalam negeri membuka ruang perdebatan yang produktif jika diletakkan dalam konteks yang benar. Usman Hamid, melalui kritiknya, mengajak kita semua untuk lebih jujur dalam menilai siapa yang benar-benar menjadi penghambat kemajuan bangsa.
Bukan rakyat, bukan aktivis, bukan orang asing, melainkan elite politik dan ekonomi yang korup, serakah, dan tidak memiliki komitmen pada kepentingan bangsa. Oleh karena itu, tantangan utama bangsa Indonesia ke depan adalah memperbaiki sistem politik dan hukum agar lebih adil, transparan, dan berpihak kepada rakyat.
Musuh bangsa tidak selalu datang dari luar. Kadang ia hadir di ruang-ruang rapat mewah, di balik meja kebijakan, dan di dalam sistem yang tidak pernah benar-benar berpihak pada keadilan. Maka, sebagaimana dikatakan Usman Hamid, saatnya bangsa ini menyadari bahwa pertarungan terbesar kita bukan melawan suara kritis rakyat, tetapi melawan elite yang terus merampas masa depan bersama.
Baca Juga : Jangan Lewatkan Keseruan WOW KOREA: Noraebang hingga Photobooth Idol K-Pop